Skip to main content

How Good Is Your Listening Skill?

Dalam dunia service dan bisnis, kita sebaiknya mendengarkan. Kita mendengarkan untuk didengarkan. Bagaimana kita bisa melayani konsumen dengan baik kalau kita tidak pernah mendengarkan?
Bagaimana mau menghasilkan Excellent Product kalau tidak mau mendengarkan? Kalau seandainya ada pilihan, “Mana yang lebih baik, enak di customer atau enak di kita?”. Sebagian pilih ‘enak di kita’, sebagian besar pilih ‘enak di konsumen’. Namun saran saya, pilih yang enak buat dua-duanya.
Namun, kalau anda harus memilih, pilih yang lebih enak di konsumen. Mereka yang membayar gaji kita. Sebaiknya kita sadar.
Sering kita berusaha memborbardir konsumen dengan iklan kita. Berharap saat kita beriklan konsumen akan berlomba-lomba membeli. Jarang dari kita yang memberikan nilai tambah kepada calon konsumen kita ini. Kita terus jual-jual-jual. Kita berharap customer terpengaruh. Kita minta didengar-didengar-didengar.
Bisakah kita didengar dengan cara ini? Di sekolah kita diajarkan cara ngomong, cara berpidato. Pernahkah kita diajarkan cara mendengar? Mungkin yang terjadi adalah kita ‘dipaksa’ mendengar.
Listening Skill

Seorang ahli negosiasi dunia, William Uri, Ph.D, mengatakan bahwa sebenarnya kita ‘mendengarkan untuk didengar’. Seburuk apapun ide seseorang, ide tersebut ada benarnya, walaupun hanya dari sudut pandang dia. Kita harus mengakui ide tersebut benar.

Salah satu cara mengakui sudut pandang dia benar adalah dengan mengulangi lagi kata-katanya.
Anggaplah seorang client datang ke meja customer service lalu complain dan mengamuk seperti ini, “Barang anda keterlaluan. Anda menjual barang palsu yah? Barang apa ini? Kamu mau menipu saya yah? Baru dipakai seminggu sudah rusak“.
Anda punya 2 alternatif. Pertama anda menjawab seperti ini, “Lho, bapak menuduh kami penipu? Enak saja! Bapak kali yang makenya sembarangan. Sudah dibaca belum petunjuknya? Jangan SEMBARANGAN YAH!!!“. Kurang lebih anda tau apa yang akan terjadi. Bersiaplah menunduk untuk menghindari terbangnya barang-barang di sekitar kantor.
Alternatif kedua, anda bisa menjawab, “Okay pak, ditinggal saja dulu barangnya. Nanti kami check dan bapak akan kami kabari lagi“. Konsumen mungkin setuju (setelah perdebatan sengit) dan meninggalkan barangnya dalam keadaan kesal. Cobalah hindari ini. Kesan buruk yang dibawa saat meninggalkan kantor bisa menjadi satu-satunya kesan yang tersisa tentang kantor anda.
Alternatif ketiga anda bisa menjawab seperti ini, “Betul pak. Bapak betul. Barangnya dipakai seminggu sudah rusak yah, pak…. bapak merasa bahwa ini keterlaluan yah, pak“. Mungkin anda heran, kenapa kok malah setuju sih?!?

Karena tetap saja sekonyol apapun ide customer, pasti ada benarnya, walaupun hanya dari sudut pandang dia. Dengan mengulangi kata-kata customer & mengakui perasaannya, customer akan merasa didengarkan & dimengerti. Dan itu adalah salah satu kebutuhan dasar manusia!

Setelah mengulangi kata-kata customer seperti di atas, baru kita bisa bertanya, “Boleh cerita, pak? Bagaimana ceritanya barang ini baru dipakai seminggu sudah rusak?“. Ketika client selesai bercerita, ulangi lagi kata-katanya atau ceritanya. Dia akan merasa didengarkan & dimengerti (sengaja saya ulangi berkali-kali supaya ingat, karena penting).
Setelah dia merasa dimengerti, barulah client akan mulai mendengarkan apapun solusi yang berusaha anda sampaikan. Barulah pemberian solusi bisa berjalan dengan baik.
Siapapun kita, entah seorang suami, seorang istri, seorang karyawan, seorang bos; kita perlu didengarkan. Betul?
Salam  Dahsyat!

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:
Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com

Comments

Popular posts from this blog

Service Excellence

Hal-hal Kecil Itu Penting Kok Tepat 1 (satu) hari sebelum saya sakit DBD, saya duduk di sebuah cafe dengan teman saya. Beliau mengatakan bahwa sekarang menu utama cafe adalah “stop kontak” dan “Wi-Fi”. Kami yang mendengarnya tertawa dan setuju. Sekarang banyak sekali orang yang ke cafe membawa laptop atau charger handphone-nya. Namun tidak banyak cafe yang menyediakan stop kontak. Ini sebenarnya hal kecil, namun cukup untuk “mengusir” tamu-tamunya. Malam ini saya menginap di Hotel Narita – Tangerang. Saya menemukan bahwa mereka meletakkan 1 buah mangkok bening cantik di ujung bath tub. Isinya adalah sabun! Ketika saya melihat sabun ini, saya tersenyum. Biasanya saat mandi di hotel, kita lupa ambil sabun. Hasilnya setelah berbasah-basah ria, saya harus memanjat keluar dari bath tub untuk mengambil sabun yang diletakkan di dekat westafel. Namun di Narita berbeda. Hal kecil yang membuat saya tersenyum. Hotel Komaneka Ubud, adalah salah satu hotel favorit saya. Setiap kali bot...

Service Anda Mulai Bobrok? Begini Cara Memperbaikinya!

“Boleh saya kasih saran, dik?”  Begitu sapa saya kepada yang mengantarkan Chili Dog buat istri saya sore tadi.  “Jelas anda lupa mencatat orderan saya, lalu akhirnya istri saya harus menunggu lama. Yang lain sudah selesai makan, orderan dia baru datang. Setidaknya yang bisa kamu lakukan adalah minta maaf. Itu saja…” , saya coba menjelaskan. Diapun menjawab,  “Bukan begitu pak, saya itu cuma tukang masak aja. Yang salah itu dia” , katanya sambil menunjuk temannya. “Dia yang gak catat orderan bapak”. Saya coba menasehati lagi,  “Ya, ga masalah. Memang dia lupa. Tapi customer kan gak mau tau. Customer taunya pesanannya datang lama sekali. Kalau setidaknya kamu minta maaf sedikit saja kan lumayan”.  Diapun kembali berkilah,  “Lho, yang salah dia kok.” Akhirnya saya mengalah (daripada saya jadi gila). Saya menunggu istri saya menyelesaikan makan chilli dog. Lalu saya ke kasir. Saya menyampaikan kepada kasir,  “Jujur, kalau ditanya sa...